BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita sebagai manusia harus mengetahui tentang asas-asas pengetahuan lingkungan.
tujuannya adalah untuk kita harus mentaati aturan-aturan yang telah berlaku agar
lingkungan yang ada di sekitar kita pada khususnya dan lingkungan diseluruhnya
pada umumnya tidak terjadi kerusakan. Karena sekarang banyak terjadi kerusakan
pada lingkungan di dunia yang disebabkan ketidak tahuan manusia terhadap
asas-asas tersebut, atau mungkin memang itu adalah ulah manusia yang hanya
memikirkan materi dan kepentingannya diri sendiri untuk meraup banyak
keuntungan tanpa memikirkan dampak yang terjadi pada lingkungan yang ada di
bumi nanti.
Dalam ilmu
lingkungan kita mengenal berbagai macam tentang sumber daya alam, baik itu yang
dapat diperbarui atau yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam tersebut
harus di gunakan dengan sebaik-baiknya. Asas di dalam suatu ilmu pada dasarnya merupakan
penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan sebagai landasan
untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih spesifik. Asas dapat
terjadi melalui suatu penggunaan dan pengujian metodologi secara terus menerus
dan matang, sehingga diakui kebenarannya oleh ilmuwan secara meluas. Tetapi ada
pula asas yang hanya diakui oleh segolongan ilmuwan tertentu saja, karena asas
ini hanya merupakan penyamarataan secara empiris saja dan hanya benar pada
situasi dan kondisi yang lebih terbatas, sehingga terkadang asas ini menjadi
bahan pertentangan. Ilmu lingkungan merupakan salah satu ilmu yang
mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari jasad hidup (termasuk manusia)
dengan lingkungannya, antara lain dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan,
pertanian, sehingga ilmu ini dapat dikatakan sebagai suatu poros, tempat
berbagai asas dan konsep berbagai ilmu yang saling terkait satu sama lain untuk
mengatasi masalah hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya.
Pada makalah kali ini penulis mengambil contoh pelanggaran asas-asas
pengetahuan lingkungan yaitu masalah sampah di lingkungan kota Bandung
Metropolitan. Persoalan sampah di Kota Bandung seakan tidak pernah berhenti.
Upaya pemerintah di tingkat provinsi,kota, dan kabupaten untuk mengatasi sampah
terus berlanjut. Beragam program untuk membersihkan nama Bandung dari sebutan
“kota sampah” terus dilakukan. Persoalan sampah di Kota Kembang selalu menjadi
sorotan berbagai pihak. Setelah longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Leuwigajah, limbah domestik rumah tangga ini menjadi bahan diskusi menarik.
Memang, selain menimbulkan korban jiwa, kerugian material, juga berdampak buruk
pada lingkungan. Sampah ini membuat julukan Kota Kembang berubah menjadi “kota
terkotor”. Bahkan, predikat itu sempat mempermalukan Bumi Parahiyangan dengan
melekatnya sebutan “Bandung Lautan Sampah”. Kenyataannya, ratusan tempat
pembuangan sementara (TPS) yang ada di Kota Bandung selalu penuh dijejali
limbah sampah. Pemerintah Kota dan Provinsi Jabar pun resah dengan kondisi
penumpukan yang semakin hari bertambah banyak itu. Segala upaya mereka
rembukkan dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan sampah. Pemandangan
kotor di penjuru Kota Bandung akibat sampah itu menjadi cemoohan warga setempat.
1.2 TUJUAN
Sampai
saat ini pemerintah daerah kota Bandung masih belum menemukan solusi terbaik
untuk mengatasi permasalahan sampah. Beberapa alternatif solusi telah dirancang
oleh Dinas kebersihan kota Bandung akan tetapi masih saja kontroversi, ada yang
mendukung dan menolak. Sehubungan hal tersebut pada makalah ini akan dipaparkan
problematika penangganan sampah dikota Bandung sebagai kasus lokal yang akan
dikaji berdasarkan pendekatan kajian literarur untuk mengidentifikasi
permasalahan dan alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan sampah di kota Bandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
EKOLOGI
DAN ILMU LINGKUNGAN
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungannya.
Berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Sangat
diperhatikan dengan hubungan energi dan menemukannya kembali kepada matahari
kita yang merupakan sumber energi yang digunakan dalam fotosintesis
Habitat (berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti
menempati) adalah tempat suatu spesies tinggal dan berkembang. Pada dasarnya,
habitat adalah lingkungan paling tidak lingkungan fisiknya—di sekeliling
populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut.
Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada
di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau
komunitas.
Dalam ilmu ekologi, bila pada suatu tempat yang sama hidup
berbagai kelompok spesies (mereka berbagi habitat yang sama) maka habitat
tersebut disebut sebagai biotop. Bioma adalah sekelompok tumbuhan dan hewan
yang tinggal di suatu habitat pada suatu lokasi geografis tertentu.
Pembagian
Ekologi Menurut
Habitatnya:
Ekologi
perairan tawar
Ekologi
laut
Ekologi
darat
Menurut
garis Taxonomi:
Ekologi
tumbuhan
Ekologi
vertebrata
Ekologi
serangga
Ekologi
jasad renik
ORGANISASI
KEHIDUPAN:
BIOSFIR
ECOSISTEM
COMMUNITY
POPULATION
ORGANISME
Ekologi
adalah dasar pokok ilmu lingkungan.
Inti permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah
ekologi yakni hubungan makluk hidup, khususnya manusia dengan
lingkunganya. Komponen- komponen tersebut berada pada suatu tempat dan
berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu
ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton
yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen
abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air.
ILMU
LINGKUNGAN
Ilmu lingkungan adalah ekologi yang menerapkan berbagai azas
dan konsepnya kepada masalah yang lebih luas,yang menyangkut pula hubungan
manusia dengan lingkungannya. Ilmu Lingkungan adalah ekologi terapan. Ilmu
lingkungan ini mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik anatara jasad hidup (termasuk manusia) dengan dengan lingkungannya.
Ilmu lingkungan (environmental science atau envirology)
adalah ilmu yang mempelajari tentang lingkungan hidup. Ilmu Lingkungan adalah
suatu studi yang sistematis mengenai lingkungan hidup dan kedudukan manusia
yang pantas di dalamnya. Perbedaan utama ilmu lingkungan dan ekologi adalah
dengan adanya misi untuk mencari pengetahuan yang arif, tepat (valid),
baru, dan menyeluruh tentang alam sekitar, dan dampak perlakuan manusia
terhadap alam. Misi tersebut adalah untuk menimbulkan kesadaran, penghargaan,
tanggung jawab, dan keberpihakan terhadap manusia dan lingkungan hidup secara
menyeluruh.
Ilmu lingkungan merupakan perpaduan konsep dan asas berbagai
ilmu (terutama ekologi, ilmu lainnya: biologi, biokimia, hidrologi,
oceanografi, meteorologi, ilmu tanah, geografi, demografi, ekonomi dan
sebagainya), yang bertujuan untuk mempelajari dan memecahkan masalah yang
menyangkut hubungan antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Ilmu lingkungan
merupakan penjabaran atau terapan dari ekologi.
Ilmu Lingkungan merupakan salah satu ilmu yang
mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari jasad hidup (termasuk manusia)
dengan lingkungannya, antara lain dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan,
pertanian, sehingga ilmu ini dapat dikatakan sebagai suatu poros, tempat
berbagai asas dan konsep berbagai ilmu yang saling terkait satu sama lain untuk
mengatasi masalah hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya.
Asas di dalam suatu ilmu pada dasarnya merupakan
penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan sebagai landasan
untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih spesifik. Asas dapat
terjadi melalui suatu penggunaan dan pengujian metodologi secara terus
menerus dan matang, sehingga diakui kebenarannya oleh ilmuwan secara meluas.
Tetapi ada pula asas yang hanya diakui oleh segolongan ilmuwan tertentu saja,
karena asas ini hanya merupakan penyamarataan secara empiris saja dan hanya benar
pada situasi dan kondisi yang lebih terbatas, sehingga terkadang asas ini
menjadi bahan pertentangan. Namun demikian sebaliknya apabila suatu asas sudah
diuji berkali-kali dan hasilnya terus dapat dipertahankan, maka asas ini dapat
berubah statusnya menjadi hukum. Begitu pula apabila asas yang mentah dan masih
berupa dugaan ilmiah seorang peneliti, biasa disebut hipotesis Hipotesis ini
dapat menjadi asas apabila diuji secara terus menerus sehingga memperoleh
kesimpulan adanya kebenaran yang dapat diterapkan secara umum. Untuk
mendapatkan asas baru dengan cara pengujian hipotesis ini disebut cara induksi
dan kebanyakan dipergunakan dalam bidang-bidang biologi, kimia dan
fisika. Disini metode pengumpulan data melalui beberapa percobaaan
yang relatif terbatas untuk membuat kesimpulan yang menyeluruh. Sebaliknya cara
lain yaitu dengan cara deduksi dengan menggunakan kesimpulan umum untuk
menerangkan kejadian yang spesifik. Asas baru juga dapat diperoleh dengan cara
simulasi komputer dan penggunaan model matematika untuk mendapatkan semacam
tiruan keadaan di alam (mimik).
Cara lain juga dapat diperoleh dengan metode perbandingan misalnya dengan
membandingkan antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Cara-cara untuk
mendapatkan asas tersebut dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya.
Asas di dalam suatu ilmu yang sudah berkembang digunakan
sebagai landasan yang kokoh dan kuat untuk mendapatkan hasil, teori dan model
seperti pada ilmu lingkungan. Untuk menyajikan asas dasar ini dilakukan
dengan mengemukakan kerangka teorinya terlebih dahulu, kemudian setelah
dipahami pola dan organisasi pemikirannya baru dikemukakan fakta-fakta yang
mendukung dan didukung, sehingga asas-asas disini sebenarnya merupakan satu
kesatuan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain (sesuai
dengan urutan logikanya).
ASAS
1 (HUKUM THERMODINAMIKA I)
Semua energi yang memasuki sebuah organisme hidup, populasi
atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan.
Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tetapi tidak dapat
hilang, dihancurkan atau diciptakan.
Asas ini adalah sebenarnya serupa dengan hokum
Thermodinamika I, yang sangat fundamental dalam fisika. Asas ini dikenal
sebagai hukum konservasi energi dalam persamaan matematika.
Contoh:
Banyaknya
kalori, energi yang terbuang dalam bentuk makanan diubah oleh jasad hidup
menjadi energi untuk tumbuh, berbiak, menjalankan proses metabolisme, dan yang
terbuang sebagai panas. Pemisahan energi yang masuk jadi dua komponen. Jumlah
energi yang masuk dan keluar dari suatu pemisahan atau suatu proses, berupa
materi. Jumlah energi yang masuk dan keluar dari suatu pemisahan atau suatu
proses, berupa tenaga atau panas.
Asas 1 ini disebut juga dengan hukum konservasi energi,
dalam ilmu fisika sering disebut sebagai hukum termodinamika pertama. Asas ini
menerangkan bahwa energi dapat diubah, dan energi yang memasuki jasad hidup,
populasi ataupun ekosistem dianggap sebagai energi yang tersimpan ataupun yang
terlepaskan, sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kehidupan sebagai pengubah
energi. Dengan demikian dalam sistem kehidupan dapat ditemukan berbagai
strategi untuk mentransformasi energi, maka dibutuhkan “pembukuan masukan dan
keluaran kalori dalam sistem kehidupan” Contohnya makanan yang dimakan
oleh hewan.
Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa ternyata energi ada
yang dapat dimanfaatkan dan ada pula yang terbuang dan hal ini spesifik untuk
masing-masing spesies hewan tergantung bagaimana kemampuan dan strategi hewan
tersebut untuk melawan alam lingkungannya. Keberhasilan dalam melawan
lingkungan dapat diukur dengan peningkatan jumlah
populasinya.
ASAS
2
Tak
ada system pengubahan energi yang betul- betul efisien.
Pengertian:
Asas ini tak lain adalah hokum Thermodinamika II, Ini
berarti energi yang tak pernah hilang dari alam raya, tetapi energi tersebut
akan terus diubah dalam bentuk yang kurang bermanfaat.
Asas ini sama dengan hukum termodinamika kedua dalam
ilmu fisika. Hal ini berarti meskipun energi itu tidak pernah hilang, namun
demikian energi tersebut akan diubah dalam bentuk yang kurang bermanfaat.
Secara keseluruhan energi di planet kita ini terdegradasi dalam bentuk panas
tanpa balik, yang kemudian beradiasi ke angkasa.
Dalam sistem biologi, energi yang dimanfaatkan baik oleh
jasad hidup, populasi maupun ekosistem kurang efisien, karena masukan energi
dapat dipindahkan dan digunakan oleh organisme hidup yang lain. Contohnya
pada piramida makanan, tingkatan konsumen yang paling bawah mendapatkan asupan
energi yang banyak, sebaliknya konsumen paling atas hanya mendapatkan
sedikit, disamping itu pada setiap tingkatanpun energi tidak dimanfaatkan
secara efisien (banyak terbuang).
Energi yang dapat dimanfaatkan oleh kita seperti tumbuhan,
hewan, ikan dsb., itu termasuk kategori sumber alam, namun demikian apakah
sumber alam ini dapat diukur manfaatnya dan apa batasan sumber alam tersebut?.
Sumber alam adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh
organisme hidup, populasi, atau ekosistem yang pengadaannya hingga ke tingkat
optimum atau mencukupi, sehingga akan meningkatkan daya pengubahan energi.
ASAS
3
Materi,
energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, termasuk kategori sumberdaya alam.
Pengertian:
Pengubahan energi oleh system biologi harus Berlangsung pada
kecepatan yang sebanding dengan adanya materi dan energi di lingkungannya.
Pengaruh ruang secara asas adalah beranalogi dengan materi dan energi sebagai
sumber alam.
Contoh:
Ruang
yang sempit: dpt mengganggu proses pembiakan organisme dg kepadatan tinggi.
Ruang
yang terlalu luas: jarak antar individu dalam
populasi semakin jauh, kesempatan bertemu antara jantan dan betina semakin
kecil sehingga pembiakan akan terganggu.
Jauh
dekatnya jarak sumber makanan akan berpengaruh terhadap perkembangan populasi.
Waktu sebagai sumber alam tidak merupakan besaran yang
berdiri sendiri. Misal hewan mamalia dipadang pasir, pada musim kering tiba
persediaan air habis di lingkungannya, maka harus berpindah kelokasi yang ada
sumber airnya. Berhasil atau tidaknya hewan bermigrasi tergantung pada adanya
cukup waktu dan energi untuk menempuh jarak lokasi sumber air.
Keaneka-ragaman
juga merupakan sumberdaya alam. Semakin beragam jenis makanan suatu spesies
semakin kurang bahayanya apabila menghadapi perubahan lingkungan yang
dapat memusnahkan sumber makanannya.
Materi dan energi sudah jelas termasuk kedalam sumber alam.
Ruang yang dimanfaatkan oleh organisme hidup untuk hidup, berkembang biak dsb.
dapat dianalogkan dengan materi dan energi, karena dibutuhkan, sehingga secara
asas termasuk katagori sumber alam. Begitu pula dengan waktu, meskipun tidak
dapat berdiri sendiri, namun termasuk kategori sumber alam, karena berapa waktu
yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk mendapatkan makanan. Keanekaragaman
juga termasuk ke dalam kategori sumber alam, karena apabila suatu spesies hanya
memakan satu spesies saja akan mudah terancam punah, namun apabila makanannya
beranekaragam dia akan mampu “survive”.
Asas
3 ini mempunyai implikasi yang penting bagi kehidupan manusia untuk mencapai
kesejahteraannya
ASAS
4
Untuk semua kategori sumber daya alam, kalau pengadaannya
sudah mencapai optimum, pengaruh unit kenaikannya sering menurun dengan
penambahan sumberalam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Melampaui batas
maksimum ini tak akan ada pengaruh yang menguntungkan lagi.
Untuk semua kategori sumber alam (kecuali keanekaragaman dan waktu) kenaikan
pengadaannya yang melampui batas maksimum, bahkan akan berpengaruh merusak karena kesan peracunan. Ini
adalah asas penjenuhan. Untuk banyak gejala sering berlaku kemungkinan penghancuran
yang disebabkan oleh pengadaan sumberalam yang sudah mendekati
batas maksimum.
Asas
4 tersebut terkandung arti bahwa pengadaan sumberalam mempunyai batas optimum,
yang berarti pula batas maksimum, maupun batas minimum pengadaan sumberalam
akan mengurangi daya kegiatan sistem biologi.
Contoh:
Pada keadaan lingkungan yang sudah stabil, populasi hewan
atau tumbuhannya cenderung naik-turun (bukan naik terus atau turun terus).
Maksudnya adalah akan terjadi pengintensifan perjuangan hidup, bila
persediaan sumberalam berkurang. Tetapi sebaliknya, akan terdapat ketenangan kalau sumberalam
bertambah.
Untuk semua kategori sumberdaya alam (kecuali keanekaragaman
dan waktu) kenaikan pengadaannya yang melampaui batas maksimum, bahkan akan
berpengaruh merusak karena kesan peracunan. Ini adalah asas penjenuhan. Untuk
banyak gejala sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan oleh
pengadaan sumber alam yang sudah mendekati batas maksimum.
Pada asas ini mempunyai arti bahwa pengadaan sumber alam
mempunyai batas optimum, yang berarti bahwa batas maksimum maupun minimum
sumber alam akan mengurangi daya kegiatan sistem biologi. Dari sini dapat
ditarik suatu arti yang penting, yaitu karena adanya ukuran optimum pengadaan
sumber alam untuk populasi, maka naik turunnya jumlah individu populasi
itu tergantung pada pengadaan sumber alam pada jumlah tertentu.
ASAS
5
Pada
asas 5 ini ada dua hal penting, pertama jenis sumber alam yang tidak
dapat menimbulkan rangsangan untuk penggunaan lebih lanjut, sedangkan kedua
sumber alam yang dapat menimbulkan rangsangan untuk dapat digunakan lebih
lanjut.
Contoh:
Suatu
jenis hewan sedang mencari berbagai sumber makanan. Kemudian didapatkan suatu
jenis tanaman yang melimpah di alam, maka hewan tersebut akan memusatkan
perhatiannya kepada penggunaan jenis makanan tersebut. Dengan demikian,
kenaikan sumberalam (makanan) merangsang kenaikan pendayagunaan.
ASAS
6
Individu
dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya,
cenderung berhasil mengalahkan saingannya.
Pengertian:
Asas
ini adalah pernyataan teori Darwin dan Wallace. Pada jasad hidup terdapat
perbedaan sifat keturunan Dalam hal tingkat adaptasi terhadap faktor lingkungan
fisik atau biologi. Kemudian timbul kenaikan kepadatan populasinya sehingga
timbul persaingan. Jasad hidup yang kurang mampu beradaptasi akan kalah dalam
persaingan. Dapat diartikan pula bahwa jasad hidup yang adaptif akan mampu
menghasilkan banyak keturunan daripada yang non-adaptif.
Pada
asas ini berlaku “seleksi alam”, artinya bagi spesies-spesies yang mampu
beradaptasi baik dengan faktor biotik maupun abiotik, dia akan berhasil
daripada yang tidak dapat menyesuaikan diri. Dapat diartikan pula, spesies yang
adaptif akan mampu menghasilkan keturunan lebih banyak daripada yang non
adaptif, Sehingga individu-individu yang adaptif ini mempunyai kesan lebih
banyak merusak
ASAS
7
Kemantapan
keanekaragaman suatu komunitas lebihtinggi di alam yang “mudah diramal”.
Pengertian
:
“Mudah diramal” : : adanya keteraturan yang pasti pada pola
faktor lingkungan pada suatu periode yang relative lama. Terdapat fluktuasi
turun-naiknya kondisi lingkungan di semua habitat, tetapi mudah dan
sukarnya untuk diramal berbeda dari satu habitat ke habitat lain.
Dengan mengetahui keadaan optimum pada faktor
lingkungan bagi kehidupan suatu spesies, maka perlu diketahui berapa lama
keadaan tersebut dapat bertahan. Pada asas ini arti kata “mudah diramal” ialah adanya
keteraturan yang pasti pada pola faktor lingkungan dalam suatu periode yang
relatif lama. Adanya fluktuasi turun-naiknya kondisi lingkungan, besar-kecilnya
fluktuasi, dan dan sukar-mudahnya untuk diramal berbeda untuk semua habitat.
Sehingga diharapkan pada setiap lingkungan adanya penyebaran spesies yang
berbeda-beda kepadatannya. Apabila terjadi perubahan lingkungan sedemikian
rupa, maka akan terjadi perubahan pengurangan individu yang sedemikian rupa
sampai pada batas yang membahayakan individu-individu spesies tersebut.
Lingkungan yang stabil secara fisik merupakan lingkungan yang mempunyai jumlah
spesies yang banyak, dan mereka dapat melakukan penyesuaian terhadap
lingkungannya tersebut (secara evolusi). Sedangkan lingkungan yang tidak stabil
adalah lingkungan yang dihuni oleh spesies yang jumlahnya relatif sedikit.
Menurut Sanders (1969) bahwa komunitas fauna dasar laut mempunyai
keanekaragaman spesies terbesar, hal ini dijumpai pada habitat yang sudah
stabil sepanjang masa dan lama. Kemudian diinterpretasikan oleh Slobodkin dan
Sanders (!969) sebagai pengaruh lingkungan yang mudah diramal (stabil).
Maksudnya ialah semakin lama keadaan lingkungan dalam kondisi yang stabil, maka
semakin banyak keanekaragaman spesies yang muncul disitu sebagai akibat
berlangsungnya proses evolusi. Menurut Pilelou (1969) keadaan iklim yang stabil
sepanjang waktu yang lama, tidak saja melahirkan keanekaragaman spesies yang
tinggi, tetap juga akan menimbulkan keanekaragaman pola penyebaran kesatuan
populasi
ASAS
8
Sebuah
habitat dapat jenuh atau tidak oleh keanekaragaman takson, bergantung kepada
bagaimana niche dalam lingkungan hidup itu dapat memisahkan takson tersebut.
Pengertian:
Kelompok taksonomi tertentu dari suatu jasad hidup ditandai
oleh keadaan lingkungannya yang khas (niche), tiap spesies mempunyai niche
tertentu. Spesies dapat hidup berdampingan dengan spesies lain tanpa
persaiangan, karena masing-masing mempunyai keperluan dan fungsi yang berbeda
di alam.
Pada asas ini menyatakan bahwa setiap spesies mempunyai
nicia tertentu, sehingga spesies-spesies tersebut dapat berdampingan satu sama
lain tanpa berkompetisi, karena satu sama lain mempunyai kepentingan dan
fungsi yang berbeda di alam. Tetapi apabila ada kelompok taksonomi yang terdiri
atas spesies dengan cara makan serupa, dan toleran terhadap lingkungan yang
bermacam-macam serta luas, maka jelas bahwa lingkungan tersebut hanya akan
ditempati oleh spesies yang keanekaragamannya kecil.
ASAS
9
Keanekaragaman
komunitas sebanding dengan biomassa dibagi produktivitas.
T
= K x (B/P) ; D ≈ T
T
= waktu rata-rata penggunaan energi
K
= koefisien tetapan
B
= biomassa
P
= produktivitas
D
= keanekaragaman
Pengertian:
Asas ini mengandung arti, bahwa efisiensi penggunaan aliran
energidalam sistem biologi akan meningkat dengan meningkatnya kompleksitas
organisasi sistem biologi dalam suatu komunitas.
Pada
asas ini menurut Morowitz (1968) bahwa adanya hubungan antara biomassa, aliran
energi dan keanekaragaman dalam suatu sistem biologi.
ASAS
10
Pada
lingkungan yang stabil perbandingan antara biomasa dengan produktivitas (B/P)
dalam perjalanan waktu naik mencapai sebuah asimtot.
Pengertian:
Sistem biologi menjalani evolusi yang Mengarah kepada
peningkatan efisiensi penggunaan energi dalam lingkungan fisik yang stabil, dan
memungkinkan berkembangnya keaneka-ragaman.
Dalam asas ini dapat disimpulkan bahwa sistem biologi
mengalami evolusi yang mengarah kepada peningkatan efisiensi penggunaan energi
dalam lingkungan fisik yang stabil, yang memungkinkan berkembangnya
keanekaragaman. Dengan kata lain kalau kemungkinan produktivitas maksimum sudah
ditetapkan oleh energi matahari yang masuk kedalam ekosistem, sedangkan
keanekaragaman dan biomassa masih dapat meningkat dalam perjalanan waktu, maka
jumlah energi yang tersedia dalam sistem biologi itu dapat digunakan untuk
menyokong biomassa yang lebih besar. Apabila asas ini benar, maka dapat
diharapkan bahwa dalam komunitas yang sudah berkembang lanjut pada proses
suksesi, rasio biomassa produktivitas akan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan komunitas yang masih muda. Pada kenyataan di alam memang demikian, sebab
spesies bertambah, dan ditemukan pula tumbuhan berkayu sehingga diperoleh
stratifikasi.
Implikasi
dari asas ini bahwa sebuah komunitas dapat dibuat tetap muda dengan jalan
memperlakukan fluktuasi iklim yang teratur. Atau pada komunitas buatan lahan
pertanian dengan jalan mengambil daun-daunannya untuk makanan hewan.
ASAS
11
Sistem
yang sudah mantap (dewasa) akan mengekploitasi yang belum mantap (belum
dewasa).
Pengertian:
Ekosistem, populasi atau tingkat makanan yang sudah dewasa
memindahkan energi, biomasa, dan keanekaragaman dari tingkat organisasi
yang belum dewasa. Dengan kata lain, energi, materi, dan keanekaragaman
mengalir melalui suatu kisaran yang menuju ke arah organisasi yang lebih
kompleks. (Dari subsistem yang rendah keanekara-gamannya subsistem yang tinggi
keanekaragamannya).
Arti dari asas ini adalah pada ekosistem, populasi
yang sudah dewasa memindahkan energi, biomassa, dan keanekaragaman tingkat
organisasi ke arah yang belum dewasa. Dengan kata lain, energi, materi dan
keanekaragaman mengalir melalui suatu kisaran yang menuju ke arah organisasi
yang lebih kompleks, atau dari subsistem yang lebih rendah keanekaragamannya ke
subsistem yang lebih tinggi keanekaragamannya
ASAS
12
Kesempurnaan
adaptasi suatu sifat atau tabiat bergantung pada kepentingan relatifnya dalam
keadaan suatu lingkungan.
Pengertian:
Populasi dalam ekosistem yang belum mantap, kurang bereaksi
terhadap perubahan lingkungan fisikokimia dibandingkan dengan populasi dalam
ekosistem yang sudah mantap. Populasi dalam lingkungan dengan kemantapan fisiko
kimia yang cukup lama, tak perlu berevolusi untuk meningkatkan kemampuannya
beradaptasi dengan keadaan yang tidak stabil.
Asas ini merupakan kelanjutan dari asas 6 dan 7. Apabila
pemilihan (seleksi) berlaku, tetapi keanekaragaman terus meningkat di
lingkungan yang sudah stabil, maka dalam perjalanan waktu dapat diharapkan
adanya perbaikan terus-menerus dalam sifat adaptasi terhadap lingkungan. Jadi,
dalam ekosistem yang sudah mantap dalam habitat (lingkungan ) yang sudah
stabil, sifat responsive terhadap fluktuasi faktor alam yang tak terduga
ternyata tidak diperlukan. Yang berkembang justru adaptasi peka dari perilaku
dan biokimia lingkungan sosial dan biologi dalam habitat itu. Evolusi pada
lingkungan yang sukar ditebak perubahan faktor alamnya cenderung memelihara
daya plastis anggota populasi. Sedangkan evolusi pada lingkungan yang mantap,
beranekaragam secara biologi cenderung menggunakan kompleksitas itu untuk
bereaksi terhadap kemungkinan beraneka-macam perubahan.
Implikasi dari asas ini bahwa sesungguhnya tidak ada sebuah
strategi evolusi yang terbaik dan mandiri, semua tergantung pada kondisi
lingkungan fisik. Kesimpulannya bahwa populasi pada ekosistem yang belum
mantap, kurang bereaksi terhadap perubahan lingkungan fisikokimia dibandingkan
dengan populasi pada ekosistem yang sudah mantap.
ASAS
13
Lingkungan
yang secara fisik mantap memungkinkan terjadinya penimbunan keanekaragaman
biologi dalam ekosistem yang mantap, yang kemudian dapat menggalakkan
kemantapan populasi lebih jauh lagi.
Asas ini merupakan penjabaran dari asas 7, 9 dan 12. Pada
komunitas yang mantap, jumlah jalur energi yang masuk melalui ekosistem
meningkat, sehingga apabila terjadi suatu goncangan pada salah satu jalur, maka
jalur yang lain akan mengambil alih, dengan demikian komunitas masih tetap
terjaga kemantapannya. Apabila kemantapan lingkungan fisik merupakan suatu
syarat bagi keanekaragaman biologi, maka kemantapan faktor fisik itu akan
mendukung kemantapan populasi dalam ekosistem yang mantap dan komunitas yang
mantap mempunyai umpan-balik yang sangat kompleks. Disini ada hubungan antara
kemantapan ekosistem dengan efisiensi penggunaan energi.
ASAS
14
Derajat
pola keteraturan naik-turunnya populasi tergantung pada jumlah keturunan dalam
sejarah populasi sebelumnya yang nanti akan mempengaruhi populasi itu.
Asas ini merupakan kebalikan dari asas ke 13, tidak adanya
keanekaragaman yang tinggi pada rantai makanan dalam ekosistem yang belum
mantap, menimbulkan derajat ketidakstabilan populasi yang tinggi.
Ciri-Ciri
Lingkungan/ Komunitas yang Mantap:
• Jumlah jalur energi yang masuk
melalui ekosistem meningkat (banyak)
• Lingkungan fisik mantap
(mudah“diramal”)
• Sistem control umpan balik
(feedback) komunitas sangat kompleks
• Efisiensi penggunaan energi
• Tingkat keanekaragaman tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Peraturan
Daerah Kota Bandung No 11 Tahun 2005: Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kota Bandung Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan.Bandung
Anonim, 2005. Rancangan
undang-Undang Pengelolaan Sampah, Kementrian
Lingkungan
Hidup. Jakarta
Anonim, Undang-undang
No 23 Tahun 1997: Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta
Anonim, 2005. Sampah
Bandung Terancam tidak terangkut: Artikel Harian Umum Pikiran Rakyat
tanggal 22 Februari 2005. Bandung.
Anonim, 2007, Menanggani
Sampah Kota Bandung: Artikel Harian Sindo tanggal 31 Mei 2007. Jakarta.
Anonim, 1997, Ringkasan Agenda 21
Indonesia (Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan), Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup, United Nations Development Program.
Catenese, A.J. and Sayder, J.C.,
1988, Perencanaan Kota, Wahyudi (Ed.), Edisi ke-II, Erlangga, Jakarta.
Sastrawijaya, A.T., 2000, Pencemaran
Lingkungan, Cet. II, Rineka Cipta, Jakarta.
Sipardi, I, 2003, Lingkungan Hidup
dan Kelestariannya, Cet. II, Alumni, Jakarta.
Soeriaatmadja, R.E., 1989, Ilmu
Lingkungan, Edisi ke-IV, ITB, Bandung.
Suripin, 2002, Pelestarian Sumber
Daya tanah dan Air, ANDI, Yogyakarta.
Tandjung, S.D., 1999, Pengantar Ilmu
Lingkungan, Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.